BOGOR - pada Jumat malam tgl 10 Maret 2023, saya bisa mengikuti webinar Dialog Ekslusif CIDES ICMI, dengan topik yang cukup menarik dan "panas" (hot) tentang "Putusan Kontroversial Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat Soal Penundaan Pemilu tahun 2024", dengan narasumber tunggal ilmuwan/Pakar Hukum Tata Negara yang sangat mumpuni dan terkemuka di negeri ini yakni Abang saya Prof.Dr.H.Jimly Asshiddiqie, SH, MH (Dosen-Guru Besar FH UI, Pendiri-Ketua Wanhat ICMI Pusat, Anggota DPD RI dan Mantan Ketua MK RI).
Issu penundaan pelaksanaan Pemilu 2024 yang diputuskan PN Jakpus, atas gugatan Partai Prima, begitu mengejutkan dan menghentak alam jagat raya dunia perpolitikan dan hukum Indonesia.
Saya ikuti sejumlah pernyataan-pernyataan keras di beberapa media cetak dan media sosial tentang "penolakan" dari sejumlah tokoh nasional dan para elite politik papan atas (the ruling party), baik itu para itu para ilmuwan seperti bang Jimly, Danny, Rocky Gerung, Eggy Sujana dll, maupun politisi aktif sekaliber ibu Megawati Soekarno Putri, (Pendiri-Ketum DPP PDIP), Soesilo Bambang Yudhoyono (Pendiri-Ketua Pembina Partai Demokrat), keduanya kita kenal sebagai mantan Presiden RI. Tak lupa termasuk pernyataan yang bernuansa akademis dan politis dari Menkopolhumkam RI, senior saya di MN Kahminas, kakanda Prof.Dr.Mahfudz MD.
Mohon izin, saya sedikit berkomentar tentang sosok dan vigur Kanda Mahfudz, yang juga ahli hukum Tata negara, (Dosen UII Yogyakarta, dan mantan Ketua MK RI), beliau begitu "berani" melontarkan pendapatnya yang menguak informasi "kebobrokan" birokrasi Pemerintahan zaman Now, padahal beliau merupakan bagian tak terpisahkan dari regim yang tengah berkuasa (the ruling party).
Sungguh menarik melihat gejala sosial-politik dan hukum yang tengah berlangsung dan mendera negeri ini. Saya senang dengan gaya bicara, keberanian dan kepeloporan beropini di publik dari Kanda Mahfudz MD. Beliau sangat aktif memberikan komentar-komentar mengenai permasalahan dan persoalan praktek hukum di negeri ini.
Sebut saja pernyataan Kanda Mahfudz yang briliyan diantaranya issu strategis yang beliau angkat adalah kasus pembunuhan Brigadir Yoshua vs "Jenderal" Ferry Sambo, Komandan Profam Mabes Polri, sehingga membuka kotak pandora kebobrokan institusi Kepolisian Negara RI; juga terakhir membuka kebobrokan birokrasi Ditjen Pajak Kemenkeu RI, dengan pernyataan beliau ada transaksi uang "illegal" sekitar Rp 300 Triliyun pada ASN Kemenkeu RI. Kemudian paling terakhir yang "hot", sempat saya dengar dan simak dari informasi viral di medsos baik narasi tulisan maupun video bahwa Menkopolhumkam RI bpk Prof.Mahfudz MD, menyatakan bahwa putusan PN Jakpus tentang penundaan pelaksanaan Pemilu tahun 2024, adalah bertentangan dengan norma hukum ketatanegaraan dan harus dilawan, itu sikap tegasnya.
Bapak Menkopolhumkam RI memberikan penjelasan, walaupun agak bablas (offside) saya lihat pendapat hukumnya, yang hampir sama dengan pendapat hukum abang Prof.Jimly, bahwa penundaan Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dimana masa jabatan Presiden RI itu hanya 5 tahun, dan penggantiannya dilakukan dengan Pemilu yang diselenggarakan lembaga indefenden Komisi Pemilihan Umum (KPU) sekali dalam siklus 5 tahunan. KPU bertugas dan berkewajiban melaksanakan tahapan kegiatan Pemilu berdasarkan prinsip-prinsip "Luber", yang telah dijadwalkan secara ketat.
Penyelenggaraan tahapan Pemilu yang tidak mungkin dan tidak bisa ditunda waktu penyelenggaraan Pemilu 2024. Hal ini bisa berakibat fatal bagi kelangsungan kehidupan kenegaraan, sehingga berakibat buruk terhadap kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, sehingga NKRI bisa mengalami kekacauan (chaos) dan konflik sosial-politik, sebab suatu negara, termasuk Indonesia tidak dibenarkan adanya kekosongan atau kevakuman kepemimpinan nasional yakni Presiden RI sebagai produk konstitusi namanya Pemilu.
Perlu saya katakan bahwa mengapa Menkopolhumkam RI, bapak Prof.Mahfudz MD, opini hukumnya kali agak "bablas" (offside), beliau ini pejabat birokrasi (eksekutif), selaku Menteri Negara, tetapi kok mengapa bisa masuk "campur tangan" (intervensi) kedalam urusan perkara hukum-PN, bukankah ini ranah dan kewenangannya yudikatif. Sikap dan pernyataan bpk Menko ini bisa melanggar konstitusi negara karena ini kekuasaan kehakiman yang indefenden, "bebas dan merdeka" dari pengaruh pihak mana pun ..?
Opini hukum bapak Memkopolhumkam Rl yang sudah viral di medsos, agak membingungkan publik, terutama bagi mereka yang mau berpikir atas dasar azas-azas supremasi hukum.
Begitu yang dapat saya simpulkan pendapat hukum kedua orang ilmuwan/pakar Hukum Tata Negara yang mumpuni Negeri ini, yang sangat menguasai ilmunya, tetapi ada sekilas kritik saya terhadap Kanda Mahfudz MD.
Terus terang saya salut dengan keberanian beropini kedua tokoh hukum nasional, bukan apa-apa - - saya dan mungkin ada diantara kita di Ormas ICMI sudah mulai agak jenuh, muak dan pesimis dengan praktek-praktek hukum yang semakin menjauh menyimpang dari norma, kaidah dan prinsip hukum konstitusi negara RI (UUD 1945) yang diperankan dan difungsikan oleh Lembaga Negara negeri ini, baik eksekutif (Presiden dan para Menterinya) legislatif (DPR RI) dan terlebih yudikatif (Hakim dan Penegak Hukum lainnya).
Salah satu keputusan kontroversial yang ditetapkan 3 orang hakim PN Jakpus tentang penundaan Pemilu 2024, dan lagi pula ini bukan ranahnya atau kewenangan PN. Hal ini telah dibahas mendalam di dalam forum dialog ekslusif CIDES ICMI malam tadi. Alhamdulillah saya disamping menyimak materi hukum tata negara abang Jimly, juga saya sempat melontarkan beberapa pertanyaan tentang fenomena sosial praktek-praktek hukum yang agak menyimpang dari konstitusi negara, yang kemudian pikiran saya itu, saya masukan dan narasikan dalam tulisan ini.
Berdasarkan keputusan PN Jakpus, wajar kiranya memunculkan berbagai persepsi dan opini politis nan liar spt ada "testing in the water" pertanyaan mas Dr.Priyo Budi Santoso (Waketum MPP ICMI), yang bersifat dugaan dan spekulatif, yang menurut Prof.Jimly disebut opini 3 periode merupakan "halusinasi", imajinasi yang tak berdasarkan data, fakta dan akal sehat (not commen sense). Habis energi kita memikirkan hal yang tidak penting dan tak perlu kata bang Jimly seperti misalnya opini perpanjangan 3 (tiga) periode masa jabatan Presiden RI bapak Ir.H.Joko Widodo, yang "digoreng" di medsos.
Saya senang menyimak pendapat hukum abang Prof.Jimly, beliau pernah berpendapat lahirnya Perpuu Cipnaker yang menentang keputusan MK RI, Presiden RI Jokowi dapat diberhentikan (impeacment), sekarang beliau bang Jimly beropini hukum lagi bahwa putusan 3 orang hakim PN Jakpus tersebut bertentangan dengan pasal-pasal di dalam UUD 1945. Konsekwensinya hakimnya harus diperiksa oleh Komisi Yudhisial (KY) RI dan Komisi Pengawas Mahkamah Agung (MA) RI, dan bahkan bang Prof.Jimly mengusulkan ketiga hakim PN Jakpus tersebut dipecat dari ASN. Tetapi pemecatan dilakukan setelah proses banding kasus perkara ini disampaikan oleh KPU RI kepada Pengadilan Tinggi Negeri (PTN) Jakarta. Hal ini untuk menghormati hak kebebasan hakim dan marwah pengadilan demi supremasi hukum di negeri ini, jangan sampai diintervensi oleh kekuatan diluar kehakiman (non-yufikatif) seperti kepentingan big-bisnis atau "cengkraman" para oligarki dan politik (legislatif) serta birokrasi - Pemerintahan. Akan tetapi memang dalam kenyataannya sungguh berat dilaksanakan menciptakan kekuatan "supremasi hukum" yang merupakan prasyarat mutlak keberhasilan membangun masyarakat Indonesia dan NKRI yang berkemajuan dan beradaban berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Kita menyaksikan dalam masyarakat, terjadinya carut-marut praktek penegakan hukum pasca Reformasi thn 1998 di masyarakat spt yang terjadi pemecatan Hakim Agung Aswanto oleh DPR RI etc, dan juga warga NKRI yang tidak mendapatkan pelayanan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dimana angka kemiskinan penduduk Indonesia cukup besar dan meningkat, termasuk angka stunting anak balita.
Faktanya kesenjangan dan ketimpangan sosial semakin menganga, dengan angka indeks gini ratio berkisar 0.38. Hal ini disebabkan salah satu faktornya gaji atau penghasilan top manajemen dengan karyawan terbawah di perusahaan BUMN sejak era Orla, orba, dan era OrRef naik beribu kali lipat, kata bang Jimly.
Mengapa hal ini bisa terjadi, menurut Prof.Jimly akibat faktor budaya ekonomi pasar bebas (neoliberalisme) versus budaya-peradaban "Masjid" (yang berakhlaq mulia, bermoral dan beretika), dimana stakeholders ekosistem pasar bebas dihuni "para setan dan iblis", akibatnya putusan-putusan yang mengatur kehidupan bermasyarakat berupa regulasi dan kebijakan publik yang menyimpang dan bertentangan dengan konstitusi negara UUD 1945 dan Peraturan dan PerUndang-undangan dibawahnya.
Meminjam istilah uda Drs.H.Sutan
Ramelius MPd (Budayawan, Pendiri-Ketua Orda Cibinong Bogor), munculnya putusan PN Jakpus penundaan Pemilu 2024, akibat faktor "kedunguan" yaitu kebodohan, kebobrokan dan ketololan (istilah Dr.Eggy Sujana) yang dipelihara dan diperlihatkan para hakim yang memutuskan perkara gugatan Partai Prima itu, sehingga diputuskan penundaan Pemilu 2024. Hakimnya tidak paham substansi perkara-hukum, wawasan hukum, tupoksi dan kewenangannya PN. Wajar kiranya ada pendapat peserta webinar dari Orwil Indonesia Timur dalam webiner Cides ICMI ini, mengusulkan harus ada program pembinaan hakim yang melibatkan ilmuwan dan pakar hukum sekelas bang Prof.Jimly Asshiddiqie. Bang Jimly telah menjawab dengan jelas dan lugas bahwa beliau telah banyak terlibat dalam kegiatan-kegiatan pembekalan para hakim dan penegak hukum lainnya berkerjasama dengan institusi kehakiman dan penegak hukum di negara ini seperti Kejaksaan, Kepolisian dan Kehakiman, serta Pemda-Pemda.
Ketua Umum MPP ICMI, mas Prof. Arif Satria dalam sambutan pembukaan Webinar "dialog eksklusif" CIDES ICMI tempo hari tersebut, bahwa beliau, Ketum ICMI menyatakan sudah seharusnya kita proaktif berpartisipasi untuk mewujudkan perumusan kebijakan publik (public policy) yang menggunakan nalar cerdas, akal sehat (commen sense) berlandaskan norma dan kaidah-kaidah ilmiah ilmu pengetahuan (saintific). Hal ini dapat dilakukan Ormas Islam yang beranggotakan kaum cerdik-cendekia, yang namanya Ikatan Cendekiawan Muslim Se Indonesia, disingkat ICMI.
ICMI sempat atau pernah menoreh kejayaannya diawal pembentukannya, pada tahap konsolidasi di era kepemimpinan bapak Prof.BJ Habibie, Presiden ke 3 RI, yang sukses menyelamatkan NKRI dari disintegrasi bangsa dan Indonesia berhasil memasuki masa transisi dengan baik dan mulus, sejumlah regulasi dan kebijakan publik berupa UU dihasilkan banyak dalam waktu singkat berbasis naskah akademik yang dibackup CIDES sebagai lembaga kajian "think tank" ICMI. Soal peran strategis Batom Cides ICMI juga pernah saya tulis di medsos 1-2 tahun lalu, berjudul "CIDES Corongnya ICMI", setelah Muktamar ICMI ke 7 di Kota Bandung Jawa Barat.
Baca juga:
Kembalikan Bogor Sebagai Dayeuh Para Ulama
|
Alhamdulillah, nampaknya kini CIDES salah satu Badan Otonom ICMI, dibawah pimpinan Direkturnya bapak Prof.Dr.Andi Faisal Bakti dan didampingi Sekretarisnya bapak Dr.Hery Margono, akan memulai debutnya kembali seperti kinerja suksesnya CIDES dibawa kepemimpinan alm mas Adi Sasono, tahun 1990an, Mantan Ketua Dema ITB alumni ITB dan HMI, mantan Ketua Umum HMI Cabang Bandung yang kritis, berani dan cerdas. Almarhum mas Adi Sasono yang saya kenal sosok dan vigur angkatan 66, penggerak reformasi melalui kekuatan Lembaga Swadaya Masyarakat (NGO) Lembaga Studi Pembangunan (LSP) etc di era Orde Baru, yang mendampingi bapak BJ Habibie sebagai salah seorang "penasehat" politik Presiden RI ke-3, dan Menkop dan UKM RI yang ditakuti para oligarky, yang mereka sebut "dangerous man" yang pernah dimuat Majala Tempo, ketika itu.
Saya kira untuk saat-saat sekarang ini, ICMI sungguh sangat diharapkan bisa berperan, berkontribusi membangun good governance berbasis demokrasi akal sehat berdasarkan falsafah dan ideologi negara Pancasila dan konstitusi negara UUD 1945 dalam arti dan makna yang sebenarnya, bukan demokrasi gila-gilaan (demograzy) seperti yang sekarang terjadi. Jika dibiarkan NKRI bisa menjadi negara gagal dan bubar seperti yang pernah saya tulis dan viral di media sosial beberapa waktu yang lalu.
Kita berharap dengan peran dan fungsi ICMI sebagai mana mandat dalam AD dan ART ICMI hasil Muktamar ke 7, Desember thn 2021 bahwa MPP ICMI wajib proaktif memberikan berbagai usulan berupa konsepsi dan pemikiran Pembangunan berbasis imtaq dan iptek (saintific) dalam upaya membangun NKRI yang beradaban dan berkemajuan, dengan masyarakat adil dan makmur yang diridhoi Allah SWT.
Penulis : Dr.Ir.H.Apendi Arsyad.MSi (Pendiri-Dosen Senior Universitas Djuanda Bogor; Pendiri ICMI thn 1990 di Malang, Pemrakarsa - Ketua Wanhat ICMI Orwil Khusus Bogor, Wasek Wankar ICMI Pusat; Konsultan K/L negara; Pegiat dan Pengamat Sosial, mukim di Ciawi Bogor)